Kamis, 06 Januari 2011

Artikel biomolekuler

Artikel-artikel Biologi Molekuler


Jurnal ini memuat berbagai informasi hasil penelitian terbaru di bidang biologi molekuler, untuk edisi 1 November 2007 sendiri ada beberapa isu terberu di bidang tersebut. Sayangnya jurnal ini The EMBO Journal tidak gratis, so cuma bisa membaca Abstraknya aja. Tapi untuk sekedar pengetahuan sudah cukup bagus...
Isu-isu terbaru 1 November 2007 antara lain :
Multifunctional class I transcription in Trypanosoma brucei depends on a novel protein complex
Jens Brandenburg, Bernd Schimanski, Everson Nogoceke, Tu N Nguyen, Júlio C Padovan, Brian T Chait, George A M Cross and Arthur Günzl The EMBO Journal advance online publication 1 November 2007;doi: 10.1038/sj.emboj.7601905
The vector-borne, protistan parasite Trypanosoma brucei is the only known eukaryote with a multifunctional RNA polymerase I that, in addition to ribosomal genes, transcribes genes encoding the parasite's major cell-surface proteins—the variant surface glycoprotein (VSG) and procyclin. In the mammalian bloodstream, antigenic variation of the VSG coat is the parasite's means to evade the immune response, while procyclin is necessary for effective establishment of trypanosome infection in the fly. Moreover, the exceptionally high efficiency of mono-allelic VSG expression is essential to bloodstream trypanosomes since its silencing caused rapid cell-cycle arrest in vitro and clearance of parasites from infected mice. Here we describe a novel protein complex that recognizes class I promoters and is indispensable for class I transcription; it consists of a dynein light chain and six polypeptides that are conserved only among trypanosomatid parasites. In accordance with an essential transcriptional function of the complex, silencing the expression of a key subunit was lethal to bloodstream trypanosomes and specifically affected the abundance of rRNA and VSG mRNA. The complex was dubbed class I transcription factor A.
Keywords: class I transcription factor, DYNLL1, procyclin, Tryponosoma brucei, VSG
A role for cytochrome c and cytochrome c peroxidase in electron shuttling from Erv1
Deepa V Dabir1, 6, Edward P Leverich1, 6, Sung-Kun Kim2, 5, Frederick D Tsai1, Masakazu Hirasawa2, David B Knaff2 and Carla M Koehler1, 3, 4 1 Department of Chemistry and Biochemistry, University of California at Los Angeles, Los Angeles, CA, USA2 Department of Chemistry and Biochemistry, Center for Biotechnology and Genomics, Texas Tech University, Lubbock, TX, USA3 Molecular Biology Institute, University of California at Los Angeles, Los Angeles, CA, USA4 Jonsson Comprehensive Cancer Center, University of California at Los Angeles, Los Angeles, CA, USA5 Department of Chemistry and Biochemistry, Baylor University, Waco, TX, USATo whom correspondence should be addressedCarla M Koehler, Department of Chemistry and Biochemistry, Molecular Biology Institute, Jonsson Comprehensive Cancer Center, Box 951569, University of California at Los Angeles, Los Angeles, CA 90095, USA. Tel.: +1 310 794 4834; Fax: +1 310 206 4038; E-mail: koehlerc@chem.ucla.edu
Erv1 is a flavin-dependent sulfhydryl oxidase in the mitochondrial intermembrane space (IMS) that functions in the import of cysteine-rich proteins. Redox titrations of recombinant Erv1 showed that it contains three distinct couples with midpoint potentials of -320, -215, and -150 mV. Like all redox-active enzymes, Erv1 requires one or more electron acceptors. We have generated strains with erv1 conditional alleles and employed biochemical and genetic strategies to facilitate identifying redox pathways involving Erv1. Here, we report that Erv1 forms a 1:1 complex with cytochrome c and a reduced Erv1 can transfer electrons directly to the ferric form of the cytochrome. Erv1 also utilized molecular oxygen as an electron acceptor to generate hydrogen peroxide, which is subsequently reduced to water by cytochrome c peroxidase (Ccp1). Oxidized Ccp1 was in turn reduced by the Erv1-reduced cytochrome c. By coupling these pathways, cytochrome c and Ccp1 function efficiently as Erv1-dependent electron acceptors. Thus, we propose that Erv1 utilizes diverse pathways for electron shuttling in the IMS.
Keywords: mitochondria, protein import, protein translocation, redox chemistry

natural images






link penting

http://himabio.uns.ac.id
www.liriknasyid.com
www.youtube.com
www.stafaband.com
http://bemmipa.uns.ac.id
www.dakwatuna.com
www.liputan6.com
www.ikabi.com
 www.ikahimbi.com
http://www.telkom.co.id/ untuk TELKOM
http://infobill.telkom.co.id/index.php untuk INFO TAGIHAN
http://www.gresik.go.id/ untuk PEMKAB GRESIK
http://dispendik.gresik.go.id/ untuk DISPENDIK GRESIK
http://bse.depdiknas.go.id/ untuk BSE
http://www.nu.or.id/page.php untuk PBNU
http://www.kemenag.go.id/ untuk DEPAG RI atau KEMENTERIAN AGAMA RI
http://www.avira.com/en/support/vdf_update.html untuk UPDATE AVIRA
http://www.smadav.net/ untuk SMADAV
http://www.astatix.com/all-games.html untuk GAME

http://www.kemenag.go.id/  
Download Materi Biologi kelas 1 SMU/MA
Download Materi Biologi kelas 2 SMU/MA

Download Materi Biologi kelas 3 SMU/MA
Biologi Terumbu Karang 

biomolekuler

vektor kloning
  1. pengertian vektor kloning,
  2. ciri-ciri plasmid,
  3. ciri-ciri kosmid,
  4. ciri-ciri bakteriofag, dan
  5. ciri-ciri vektor kloning pada khamir dan eukariot tingkat tinggi.
Untuk dapat mempelajari pokok bahasan di dalam bab ini dengan lebih baik mahasiswa disarankan telah memahami pokok bahasan tentang dasar-dasar teknologi DNA rekombinan dan konstruksi perpustakaan gen, yang masing-masing telah diberikan pada Bab IX dan X.
Pengertian dan Macam-macam Vektor Kloning
Pada Bab IX antara lain telah dibicarakan bahwa transformasi sel inang dilakukan menggunakan perantara vektor. Jadi, vektor adalah molekul DNA yang berfungsi sebagai wahana atau kendaraan yang akan membawa suatu fragmen DNA masuk ke dalam sel inang dan memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi fragmen DNA asing tersebut. Vektor yang dapat digunakan pada sel inang prokariot, khususnya E. coli, adalah plasmid, bakteriofag, kosmid, dan fasmid. Sementara itu, vektor YACs dan YEps dapat digunakan pada khamir. Plasmid Ti, baculovirus, SV40, dan retrovirus merupakan vektor-vektor yang dapat digunakan pada sel eukariot tingkat tinggi.
Plasmid
Secara umum plasmid dapat didefinisikan sebagai molekul DNA sirkuler untai ganda di luar kromosom yang dapat melakukan replikasi sendiri. Plasmid tersebar luas di antara organisme prokariot dengan ukuran yang bervariasi dari sekitar 1 kb hingga lebih dari 250 kb (1 kb = 1000 pb).
Agar dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:
  1. mempunyai ukuran relatif kecil bila dibandingkan dengan pori dinding sel inang sehingga dapat dengan mudah melintasinya,
  2. mempunyai sekurang-kurangnya dua gen marker yang dapat menandai masuk tidaknya plasmid ke dalam sel inang,
  3. mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di dalam salah satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA, dan
  4. mempunyai titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan replikasi di dalam sel inang.
Salah satu contoh plasmid buatan yang banyak digunakan dalam kloning gen adalah pBR322. Plasmid ini dikonstruksi oleh F. Bolivar dan kawan-kawanya pada tahun 1977. Urutan basa lengkapnya telah ditentukan sehingga baik tempat marker maupun pengenalan restriksinya juga telah diketahui. Sayangnya, tempat pengenalan EcoR I, salah satu enzim restriksi yang sangat umum digunakan, terletak di luar marker. Oleh karena salah satu marker akan menjadi tempat penyisipan fragmen DNA asing, maka EcoR I tidak dapat digunakan untuk memotong pBR322 di tempat penyisipan tersebut. Namun, saat ini telah dikonstruksi derivat-derivat pBR322 yang mempunyai tempat pengenalan EcoR I di dalam marker, misalnya plasmid pBR324 dan pBR325 yang masing-masing mempunyai tempat pengenalan EcoR I di dalam gen struktural kolisin dan di dalam gen resisten kloramfenikol.
Gambar 11.1. Plasmid pBR322
ampR = marker resisten ampisilin
tetR = marker resisten tetrasiklin
Misalnya saja kita menyisipkan suatu fragmen DNA pada daerah marker resisten ampisilin dengan memotong daerah ini menggunakan enzim restriksi tertentu selain EcoR I (mengapa harus selain EcoR I?). Plasmid pBR322 yang tersisipi oleh fragmen DNA akan kehilangan sifat resistensinya terhadap ampisilin, tetapi masih mempunyai sifat resistensi terhadap tetrasiklin. Oleh karena itu, ketika plasmid pBR322 rekombinan ini dimasukkan ke dalam sel inangnya, yakni E. coli, bakteri transforman ini tidak mampu tumbuh pada medium yang mengandung ampisilin, tetapi tumbuh pada medium tetrasiklin. Secara alami E. coli tidak mampu tumbuh baik pada medium ampisilin maupun tetrasiklin sehingga sel transforman dapat dengan mudah dibedakan dengan sel nontransforman yang tidak mengandung pBR322 sama sekali. Sementara itu, E. coli transforman yang membawa plasmid pBR322 utuh (religasi) mampu tumbuh pada kedua medium antibiotik tersebut. Jadi, untuk memperoleh sel E. coli transforman yang membawa DNA rekombinan dicari koloni yang hidup di tetrasiklin tetapi mati di ampisilin. Secara teknis pekerjaan ini dilakukan menggunakan transfer koloni atau replica plating (lihat Bab X).
Plasmid yang digunakan pada bakteri gram negatif seperti halnya pBR322 tidak dapat digunakan pada bakteri gram positif. Namun, saat ini telah tersedia plasmid untuk kloning pada bakteri gram positif, misalnya pT127 dan pC194, yang dikonstruksi oleh S.D. Erlich pada tahun 1977 dari bakteri Staphylococcus aureus. Demikian juga, telah ditemukan plasmid untuk kloning pada eukariot, khususnya pada khamir, misalnya yeast integrating plasmids (YIps), yeast episomal plasmids (YEps), yeast replicating plasmids (YRps), dan yeast centromere plasmid (YCps).
Bakteriofag
Bakteriofag adalah virus yang sel inangnya berupa bakteri. Dengan daur hidupnya yang bersifat litik atau lisogenik bakteriofag dapat digunakan sebagai vektor kloning pada sel inang bakteri. Ada beberapa macam bakteriofag yang biasa digunakan sebagai vektor kloning. Dua di antaranya akan dijelaskan berikut ini.
Bakteriofag l
Bakteriofag atau fag l merupakan virus kompleks yang menginfeksi bakteri E. coli. Berkat pengetahuan yang memadai tentang fag ini, kita dapat memanfaatkannya sebagai vektor kloning semenjak masa-masa awal perkembangan rekayasa genetika. DNA l yang diisolasi dari partikel fag ini mempunyai konformasi linier untai ganda dengan panjang 48,5 kb. Namun, masing-masing ujung fosfatnya berupa untai tunggal sepanjang 12 pb yang komplementer satu sama lain sehingga memungkinkan DNA l untuk berubah konformasinya menjadi sirkuler. Dalam bentuk sirkuler, tempat bergabungnya kedua untai tunggal sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos.
Seluruh urutan basa DNA l telah diketahui. Secara alami terdapat lebih dari satu tempat pengenalan restriksi untuk setiap enzim restriksi yang biasa digunakan. Oleh karena itu, DNA l tipe alami tidak cocok untuk digunakan sebagai vektor kloning. Akan tetapi, saat ini telah banyak dikonstruksi derivat-derivat DNA l yang memenuhi syarat sebagai vektor kloning. Ada dua macam vektor kloning yang berasal dari DNA l, yaitu
vektor insersional, yang dengan mudah dapat disisipi oleh fragmen DNA asing, vektor substitusi, yang untuk membawa fragmen DNA asing harus membuang sebagian atau seluruh urutan basanya yang terdapat di daerah nonesensial dan menggantinya dengan urutan basa fragmen DNA asing tersebut.
Di antara kedua macam vektor l tersebut, vektor substitusi lebih banyak digunakan karena kemampuannya untuk membawa fragmen DNA asing hingga 23 kb. Salah satu contohnya adalah vektor WES, yang mempunyai mutasi pada tiga gen esensial, yaitu gen W, E, dan S. Vektor ini hanya dapat digunakan pada sel inang yang dapat menekan mutasi tersebut.
Cara substitusi fragmen DNA asing pada daerah nonesensial membutuhkan dua tempat pengenalan restriksi untuk setiap enzim restriksi. Jika suatu enzim restrisksi memotong daerah nonesensial di dua tempat berbeda, maka segmen DNA l di antara kedua tempat tersebut akan dibuang untuk selanjutnya digantikan oleh fragmen DNA asing. Jika pembuangan segmen DNA l tidak diikuti oleh substitusi fragmen DNA asing, maka akan terjadi religasi vektor DNA l yang kehilangan sebagian segmen pada daerah nonesensial. Vektor religasi semacam ini tidak akan mampu bertahan di dalam sel inang. Dengan demikian, ada suatu mekanisme seleksi automatis yang dapat membedakan antara sel inang dengan vektor rekombinan dan sel inang dengan vektor religasi.

Gambar 11.2. DNA bakteriofag l
konformasi linier (di luar sel inang)
konformasi sirkuler (di dalam sel inang)
Bakteriofag l mempunyai dua fase daur hidup, yaitu fase litik dan fase lisogenik. Pada fase litik, transfeksi sel inang (istilah transformasi untuk DNA fag) dimulai dengan masuknya DNA l yang berubah konformasinya menjadi sirkuler dan mengalami replikasi secara independen atau tidak bergantung kepada kromosom sel inang. Setelah replikasi menghasilkan sejumlah salinan DNA l sirkuler, masing-masing DNA ini akan melakukan transkripsi dan translasi membentuk protein kapsid (kepala). Selanjutnya, tiap DNA akan dikemas (packaged) dalam kapsid sehingga dihasilkan partikel l baru yang akan keluar dari sel inang untuk menginfeksi sel inang lainnya. Sementara itu, pada fase lisogenik DNA l akan terintegrasi ke dalam kromosom sel inang sehingga replikasinya bergantung kepada kromosom sel inang. Fase lisogenik tidak menimbulkan lisis pada sel inang.
Di dalam medium kultur, sel inang yang mengalami lisis akan membentuk plak (plaque) berupa daerah bening di antara koloni-koloni sel inang yang tumbuh. Oleh karena itu, seleksi vektor rekombinan dapat dilakukan dengan melihat terbentuknya plak tersebut.
Bakteriofag M13
Ada jenis bakteriofag lainnya yang dapat menginfeksi E. coli. Berbeda dengan l yang mempunyai struktur ikosahedral berekor, fag jenis kedua ini mempunyai struktur berupa filamen. Contoh yang paling penting adalah M13, yang mempunyai genom berupa untai tunggal DNA sirkuler sepanjang 6.408 basa. Infeksinya pada sel inang berlangsung melalui pili, suatu penonjolan pada permukaan sitoplasma.
Ketika berada di dalam sel inang genom M13 berubah menjadi untai ganda sirkuler yang dengan cepat akan bereplikasi menghasilkan sekitar 100 salinan. Salinan-salinan ini membentuk untai tunggal sirkuler baru yang kemudian bergerak ke permukaan sel inang. Dengan cara seperti ini DNA M13 akan terselubungi oleh membran dan keluar dari sel inang menjadi partikel fag yang infektif tanpa menyebabkan lisis. Oleh karena fag M13 terselubungi dengan cara pembentukan kuncup pada membran sel inang, maka tidak ada batas ukuran DNA asing yang dapat disisipkan kepadanya. Inilah salah satu keuntungan penggunaan M13 sebagai vektor kloning bila dibandingkan dengan plasmid dan l. Keuntungan lainnya adalah bahwa M13 dapat digunakan untuk sekuensing (penentuan urutan basa) DNA dan mutagenesis tapak terarah (site directed mutagenesis) karena untai tunggal DNA M13 dapat dijadikan cetakan (templat) di dalam kedua proses tersebut.
Meskipun demikian, M13 hanya mempunyai sedikit sekali daerah pada DNAnya yang dapat disisipi oleh DNA asing. Di samping itu, tempat pengenalan restriksinya pun sangat sedikit. Namun, sejumlah derivat M13 telah dikonstruksi untuk mengatasi masalah tersebut.
Kosmid
Kosmid merupakan vektor yang dikonstruksi dengan menggabungkan kos dari DNA l dengan plasmid. Kemampuannya untuk membawa fragmen DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadikan kosmid lebih menguntungkan daripada fag l dan plasmid.
Fasmid
Selain kosmid, ada kelompok vektor sintetis yang merupakan gabungan antara plasmid dan fag l. Vektor yang dinamakan fasmid ini membawa segmen DNA l yang berisi tempat att. Tempat att digunakan oleh DNA l untuk berintegrasi dengan kromosom sel inang pada fase lisogenik.
Vektor YACs
Seperti halnya kosmid, YACs (yeast artifisial chromosomes atau kromosom buatan dari khamir) dikonstruksi dengan menggabungkan antara DNA plasmid dan segmen tertentu DNA kromosom khamir. Segmen kromosom khamir yang digunakan terdiri atas sekuens telomir, sentromir, dan titik awal replikasi.
YACs dapat membawa fragmen DNA genomik sepanjang lebih dari 1 Mb. Oleh karena itu, YACs dapat digunakan untuk mengklon gen utuh manusia, misalnya gen penyandi cystic fibrosis yang panjangnya 250 kb. Dengan kemampuannya itu YACs sangat berguna dalam pemetaan genom manusia seperti yang dilakukan pada Proyek Genom Manusia.
Vektor YEps
Vektor-vektor untuk keperluan kloning dan ekspresi gen pada Saccharomyces cerevisiae dirancang atas dasar plasmid alami berukuran 2 μm, yang selanjutnya dikenal dengan nama plasmid 2 mikron. Plasmid ini memiliki sekuens DNA sepanjang 6 kb, yang mencakup titik awal replikasi dan dua gen yang terlibat dalam replikasi.
Vektor-vektor yang dirancang atas dasar plasmid 2 mikron disebut YEps (yeast episomal plasmids). Segmen plasmid 2 mikronnya membawa titik awal replikasi, sedangkan segmen kromosom khamirnya membawa suatu gen yang berfungsi sebagai penanda seleksi, misalnya gen LEU2 yang terlibat dalam biosintesis leusin. Meskipun biasanya bereplikasi seperti plasmid pada umumnya, YEps dapat terintegrasi ke dalam kromosom khamir inangnya.
Plasmid Ti Agrobacterium tumefaciens
Sel-sel tumbuhan tidak mengandung plasmid alami yang dapat digunakan sebagai vektor kloning. Akan tetapi, ada suatu bakteri, yaitu Agrobacterium tumefaciens, yang membawa plasmid berukuran 200 kb dan disebut plasmid Ti (tumor inducing atau penyebab tumor). Bakteri A. tumefaciens dapat menginfeksi tanaman dikotil seperti tomat dan tembakau serta tanaman monokotil, khususnya padi. Ketika infeksi berlangsung bagian tertentu plasmid Ti, yang disebut T-DNA, akan terintegrasi ke dalam DNA kromosom tanaman, mengakibatkan terjadinya pertumbuhan sel-sel tanaman yang tidak terkendali. Akibatnya, akan terbentuk tumor atau crown gall.
Plasmid Ti rekombinan dengan suatu gen target yang disisipkan pada daerah T-DNA dapat mengintegrasikan gen tersebut ke dalam DNA tanaman. Gen target ini selanjutnya akan dieskpresikan menggunakan sistem DNA tanaman.
Dalam prakteknya, ukuran plasmid Ti yang begitu besar sangat sulit untuk dimanipulasi. Namun, ternyata apabila bagian T-DNA dipisahkan dari bagian-bagian lain plasmid Ti, integrasi dengan DNA tanaman masih dapat terjadi asalkan T-DNA dan bagian lainnya tersebut masih berada di dalam satu sel bakteri A. tumefaciens. Dengan demikian, manipulasi atau penyisipan fragmen DNA asing hanya dilakukan pada T-DNA dengan cara seperti halnya yang dilakukan pada plasmid E.coli. Selanjutnya, plasmid T-DNA rekombinan yang dihasilkan ditransformasikan ke dalam sel A. tumefaciens yang membawa plasmid Ti tanpa bagian T-DNA. Perbaikan prosedur berikutnya adalah pembuangan gen-gen pembentuk tumor yang terdapat pada T-DNA.
Baculovirus
Baculovirus merupakan virus yang menginfeksi serangga. Salah satu protein penting yang disandi oleh genom virus ini adalah polihedrin, yang akan terakumulasi dalam jumlah sangat besar di dalam nuklei sel-sel serangga yang diinfeksi karena gen tersebut mempunyai promoter yang sangat aktif. Promoter ini dapat digunakan untuk memacu overekspresi gen-gen asing yang diklon ke dalam genom bacilovirus sehingga akan diperoleh produk protein yang sangat banyak jumlahnya di dalam kultur sel-sel serangga yang terinfeksi.
Vektor Kloning pada Mamalia
Vektor untuk melakukan kloning pada sel-sel mamalia juga dikonstruksi atas dasar genom virus. Salah satu di antaranya yang telah cukup lama dikenal adalah SV40, yang menginfeksi berbagai spesies mamalia. Genom SV40 panjangnya hanya 5,2 kb. Genom ini mengalami kesulitan dalam pengepakan (packaging) sehingga pemanfaatan SV40 untuk mentransfer fragmen–fragmen berukuran besar menjadi terbatas.
Retrovirus mempunyai genom berupa RNA untai tunggal yang ditranskripsi balik menjadi DNA untai ganda setelah terjadi infeksi. DNA ini kemudian terintegrasi dengan stabil ke dalam genom sel mamalia inang sehingga retrovirus telah digunakan sebagai vektor dalam terapi gen. Retrovirus mempunyai beberapa promoter yang kuat.